Dikabarkan ada penggerebekan prostitusi yang berkembangmelalui daring sosial media. Pemberitaan ini semakin mencuat kepublik, dikarenakan prostitusi tersebut diduga ada peran selebriti dengan tarif eksklusif.

Polda JawaTimur (Polisi) membenarkan artis yang ditangkap di sebuah kamar hotel saat kedapatan melayani pria hidung belang di Surabaya, Jawa Timur, berinisial VA da dan AS.

Berita terusberkembang hingga tranding dibeberapa media sosial seperti tweeter dengan hastag (#) 80 juta.

Namun sangat disayangkan didalam bertia yang tersebar itu Ada hal yang keliru dalam narasi yang tersampaikan kepublik mengenai kasus prostitusi yang sedang viral ini.

Narasi pemberitaan itu hanya fokus kepada satu subjek yakni VA. Sementara subjek lain dalam relasi kasus tersebut hanya di mintai keterangan lalu dibolehkan pulang.

Sementara nama dan foto VA sudah viral dengan berbagai komentar (tentunya hardikan). Namun, foto mucikari dan pembooking tidak diperlihatkan.

Dalam narasi pemberitaan yang tidak komperhensif, VA juga dirugikan dengan hal ini. Letak keadilan narasi tidak balancing. Padahal dalam relasi kasus itu terdapat tiga relasi Pembooking—Mucikari—PSK.

Kita jadi bertanya-tanaya? Kenapa selalu perempuan yang ditampilkan dan di citrakan sebagai objek pelaku amoral (PSK). Seolah-olah dalam relasi amoral itu hanya perempuan sebagai one playing, nayatanya tidak.

Kenapa perempuan selalu dihina, dicaci, bahkan direndahkan jika ada kasus-kasus seperti ini. Seolah-olah melegitimasi bahwa perempuan adalah sumber dari kesalahan prilaku tersbut.

Kenapa narasi itu semua tertuju pada perempuan? Saya jadi bertanya, apakah Media dan Sosial kita berkelamin Partiarki? Mudah-mudahan tidak.

Kenapa tidak dibalik, wajah lelaki (pemboking) dan mucikarinya saja yang ditampilkan ke khayalak umum. Agar publik, keluarga dan relasi sosialnya mengetahui prilaku pemboking dan jaringan mucikari tersebut.

Agar kedepannya, kita bisa belajar dari kasus ini. Bahwa yang mesti dibicarakan dan dinarasikan lebih untuk khalayak umum terlatak pada jaringan penyedia layanan. Seperti terorisme, polisi fokus pada jaringannya. Agar kita bisa lebih bisa mawas.

Dari kasus prostitusi sebagai penyedia layanan seks komersil dapat eksis dikarenakan hal berikut;

Dalam pembahasan Kosmologi Keluarga, terjadinya penyimpangan seksual diluar rumah dikarenakan laki-laki(suami) tidak selesai dengan hasratya.

Laki-laki tidak menemukan muara untuk melabuhkan libidonya, karena imajinasi seksnya bertumpu pada material (wajah/anggota tubuh). Artinya, banyak lelaki dibius oleh ukuran kepuasan. Sehingga Ia larut dalam narasi seks yang tak berujung.

Padahal Hasrat atau libido seks dalam rumah tangga khususnya laki-laki seharusnya dapat bertransformasi menjadi Cinta. Padahal Cinta ini adalah capaian dalam rumah tangga (Samawa).

Dengan demikan, prostitusi itu ada (eksis) karena libido seks laki-laki tidak diikat dengan Ilmu pengetahuan dan spriualitas di dalam rumah, untuk menghadirkan Cinta sebagai pondasi rumah Cinta.

Walluhu’alam bi sawwab
Syamsuddin Juhran