[Review Comperative Study]
Sesi 1 Bedah Buku Rekonstruksi Nalar Kritis – Hans Albert

Alhamdulillah kami telah masuk dalam sesi pertama agenda Kelas Pendalaman Epistemologi (15 sesi). Sesi pertama kami mulai dengan membedah buku karya Hans Albert (kritikus Jerman) bertema “Rekonstruksi Nalar Kritis”.

Buku tersebut menjadi guide sekaligus pengantar untuk memahami point-point yang menjadi probelamtis mengenai wacana epistemologi yang berkembang khususnya di eropa (barat).

Dan buku tersebut menjadi sebuah objek comperative study untuk melihat perbedaan dan persamaan corak dan teknis epistemologi yang di konsepsikan antara Hans Albert dan Muthahhari.

Hans, melihat masalah besar epistemologi yang disebabkan tumbuh suburnya gaya pemikiran yang otoritatif (kuasa)–ide absolute yang tidak memberikan ruang kritik.

Kemudian, gaya berpikir emperis yang mengedepankan metodenya dengan logika Inferensi–deduktif. Ketiga, metode empiris yang berpegang pada logika induksi dengan segala verifikasinya.

Dengan keadaan tersebut, orang terpenjara atas relasi gelap kuasa dan pengetahuan. Sehingga orang-orang terjebak pada kondisi “Trilema Munchhausen”.

Yakni sebuah kondisi
1. Kemunduran yang tak terbatas (unfinite regress). Maksudnya, sesorang dapat mengupayakan terus menerus mencari landasan pengetahuan yang benar. Tetapi tidak melakukannya.

2. Lingkaran logis (logical circle) dalam deduksi. Maksudnya, statemen atau kesimpulan yang didapatkan dalam penalaran deduksi. Sering diulang-ulang sebagi sebuah kebenaran.

3. Menghentikan proses (breaking-off of process). karena upaya untuk menemukan landasan yang kuat terus dilakukan, ternyata belum juga menuai hasil. Memilih untuk menghentikannya (pasrah) pada sebuah kesimpulan yang umum.
.
Ketiga trilema itu adalah gambaran umum manusia dalam perkembangannya dalam menemukan landasan yang kokoh untuk pengetahuannya.
.
Untuk itu pula Hans, melihat masalah dasar dari epistemologi ialah mengenai “problem of foundation”. Masalah pondasi/landasan yang kokoh dari setiap pengetahuan yang dimiliki.
.
Baginya, setiap orang harus memiliki landasan yang kokoh. Untuk itu nalar kritis perlu dikemukakan sebagai anti-tesa dari pengetahuan yang otoritatif dan absolute.
.
Hans menawarkan bahwa perlu ada upaya merekonstruksi (membangun) ulang nalar kritis. Ia menolak gagasan absolute dalam pengetahuan baik otoritatif (intiutif) dan juga ilmiah (verifikasi).
.
Gagasan Nalar Kritik Hans, besar kansnya dipengerahu oleh Karl Raimund Popper. Bisa dibilang ia adalah poperian karena ikut mengembangkan pemikiran popper dengan lawatan Departemen Popper di Jerman.
.
Upaya kritik itu dibangun dengan berdasar pada logika Falsifikasi popper. Ia melihat bahwa ilmu pengetahuan bisa mengalami kemajuan, jika ada ruang probabilitas salahnya.
.
Ketika ada ruang bagi kesalahan, disitulah ada upaya ilmiah dan pengembangan pengetahuan. Upaya ilmiah itu dasar bagi peran nalar dalam melakukan kritik.
.
Jadi nalar kritik yang dimaksud hans ialah, sebuah upaya mencari landasan yang kokoh yang bertumpu pada PROBABILITAS KESALAHAN. Untuk memghindari adanya otoritas dan verivikasi (mengkliam benar) sebuah pengetahuan.
.
Bahasa sederhana Falsifikasi adalah Hipotesa (dugaan), hipotesa itu dibangun atas dasar cara berpikir rasional–logis tanpa dasar empiris.
.
Maksud Hans bisa kita pahami, tetapi tidak cukup untuk dipahami. Kita juga perlu melakukan analisa kritik terhadap konsepsi Hans mengenai Nalar Kritis (akan kita ulas ditulisan berikutnya).[]
.
Wallahu’alam bi sawwab
Syamsuddin Juhran
(Pegiat Samarendah Society)